Ini adalah bagian kedua dari cerita perjalanan saya bersama teman-teman saya ke Daerah Istimewa Yogyakarta. bagian pertama bisa dibaca disini.
Riki Gusmara, Zulham Arifin, Indra Ari Permana, Fahmi Aditya, Wakhid Subekti, dan Adji Saputra di Kebun Buah Mangunan saat sunrise |
4. Kebun Buah Mangunan
Indra Ari Permana, Wakhid Subekti, Zulham Arifin, Fahmi Aditya, dan Adji Saputra di Kebun Buah Mangunan |
Tanpa sarapan, kami langsung menghampiri Mas Dias, sopir dari mobil yang kami sewa selama empat hari kami liburan. Menyewa mobil adalah pilihan yang paling rasional karena jarak antar tempat wisata yang ingin kami tuju saling berjauhan, dan melelahkan bila harus menggunakan sepeda motor. Satu lagi keuntungan menyewa mobil adalah kalian bisa tidur saat diperjalanan, dan tidak repot menitipkan barang saat sedang di tempat wisata.
Kami berangkat dari hotel pukul 4.40WIB dan sampai di Kebun Buah Mangunan pukul 5.15WIB. Saat kami berkunjung sepertinya matahari memang sedang terbit lebih pagi, karena suasana langit sudah tidak gulita. Kelebihan kalian berangkat pagi adalah lalu lintas yang masih lengang, serta segarnya udara yang kalian hirup. Jalan akses menuju lokasi juga sudah bagus, jadi kalian jangan khawatir kendaraan yang kalian tumpangi akan glodak-glodak.
Wakhid Subekti, Indra Ari Permana, Zulham Arifin, dan Adji Saputra di Kebun Buah Mangunan |
Muhammad Fahmi Aditya, Wakhid Subekti, Indra Ari Permana, Zulham Arifin, dan Adji Saputra di Kebun Buah Mangunan |
Fahmi Aditya di Kebun Buah Mangunan |
Fahmi Aditya di Kebun Buah Mangunan |
Adji Saputra di Kebun Buah Mangunan |
Indra Ari Permana di Kebun Buah Mangunan |
Zulham Arifin di Kebun Buah Mangunan |
Wakhid Subekti di Kebun Buah Mangunan |
5. Hutan Pinus Mangunan
Zulham Arifin, Adji Saputra, Wakhid Subekti, Riki Gusmara, Fahmi Aditya, dan Indra Ari Permana di Hutan Pinus Mangunan |
Mulai beraktifitas setelah subuh memang banyak sisi positifnya, buktinya kami pukul 6.15WIB sudah sampai di Hutan Pinus Mangunan. Hanya sekitar dua kilometer jaraknya dari Kebun Buah, kalian wajib kunjungi ke tempat ini kalau berencana pergi ke daerah imogiri. Jika kalian kesini pagi hari, kabut masih tebal jadi seakan memberikan khayalan bahwa kalian sedang syuting twilight.
Suasana pagi di Hutan Pinus Mangunan |
Zulham Arifin, Indra Ari Permana, Wakhid Subekti, Fahmi Aditya, Adji Saputra, dan Riki Gusmara di Hutan Pinus Mangunan |
Suasana pagi di Hutan Pinus Mangunan |
Riki Gusmara, Zulham Arifin, Adi Saputra, Muhammad Fahmi Aditya, Wakhid Subekti, dan Indra Ari Permana di Hutan Pinus Mangunan |
Wakhid Subekti, Riki Gusmara, Adji Saputra, Indra Ari Permana, Zulham Arifin, dan Muhammad Fahmi Aditya di Hutan Pinus Mangunan |
Kebun Bunga di Hutan Pinus Mangunan |
Pemandangan dari Gardu Pandang di Hutan Pinus Mangunan |
Muhammad Fahmi Aditya di Hutan Pinus Mangunan |
Indra Ari Permana di Gardu Pandang Hutan Pinus Mangunan |
6. Jurang Tembelan
Adji Saputra di Jurang Tembelan |
Adji Saputra di Jurang Tembelan |
Wakhid Subekti, dan Adji Saputra di Jurang Tembelan |
Wakhid Subekti di Jurang Tembelan |
Riki Gusmara di Jurang Tembelan |
Riki Gusmara di Jurang Tembelan |
Riki Gusmara di Jurang Tembelan |
-
Pose In Hotel adalah tujuan kami selanjutnya. Karena kami mulai beraktifitas dari subuh dan masih mengantuk, kami putuskan untuk beristirahat dahulu dan mandi di hotel sebelum check out dan melanjutkan aktifitas.
Setelah check out dari Hotel Pose In pukul 12.00WIB, kami sempatkan untuk makan siang di Waroeng SS Spesial Sambal Plengkung Gading yang letaknya hanya 2 kavling disebelah Hotel Pose In. Harganya termasuk murah untuk kalangan seperti kami dan gratis tambah nasi.
Daftar Harga Makanan di Waroeng SS Plengkung Gading |
Daftar Harga Minuman di Waroeng SS Plengkung Gading |
7. Taman Sari Keraton Yogyakarta
Taman Sari Keraton Yogyakarta |
Jogja sepertinya sedang tidak bersahabat karena suhu di luar ruangan mencapai 32°C saat pukul 13.15WIB dan membuat saya yang sudah mandi siang kembali berkeringat. Biaya retribusi masuk kawasan Taman Sari adalah Rp5.000 dan kalau kalian membawa perangkat kamera yang terpisah dari ponsel, misalnya DSLR Camera, Mirrorless camera, atau action cam harus membayar Rp3.000 supaya kamera kalian bisa dibawa masuk.
Taman Sari Keraton Yogyakarta |
Zulham Arifin di Istana Air Taman Sari Yogyakarta |
Wakhid Subekti di Istana Air Taman Sari Yogyakarta |
Sesaat setelah kalian masuk situs peninggalan ini, langsung terhampar sebuah kolam besar yang saat kami datang sayangnya tidak berisi air. Kemudian di sebelah kanan (sisi utara) sedang ditutup terpal yang sepertinya sedang ada renovasi. Lalu disebelah kiri (sisi selatan) ada pintu yang jika kalian masuk ada tangga menuju lantai dua dan tiga, dan pintu keluar menuju kolam air(saat kami datang benar berisi air) yang ukurannya lebih kecil dari kolam utama yang kering tadi. Saat kami di lantai dua dan tiga ternyata tidak ada apa-apa. Hanya ada jendela yang mungkin digunakan untuk melihat kearah kolam.
Riki Gusmara, Zulham Arifin, Indra Ari Permana, Wakhid Subekti, dan Adji Saputra di Istana Air Taman Sari Yogyakarta |
Balik lagi ke kolam utama yang kering, ada satu lagi pintu di bagian timur adalah akses keluar dari bagian kedua ini. Sayang sekali saat kami bertanya dengan petugas situs ini, mereka bilang tidak ada papan penunjuk arah menuju Sumur Gumuling, kami disarankan bertanya pada penduduk sekitar. Simpan karcis kalian dan jangan sampai hilang, karena nanti saat masuk ke Gedung Sumur Gumuling akan diperiksa.
Muhammad Fahmi Aditya di gang menuju Sumur Gumuling |
Menyusuri gang demi gang di perkampungan rumah warga adalah jalan yang musti dilalui untuk menuju Sumur Gumuling yang katanya dulu digunakan sebagai masjid ini. Akan ada tangga menuju lorong bawah tanah untuk menuju kedalam. Kondisi di dalam maupun luar ruangan sama panasnya, dan mungkin kami sedang sial, karena ramai sekali pengunjung yang datang, sehingga kami tidak bisa berfoto di titik utama.
Lorong Bawah Tanah di Sumur Gumuling |
Muhammad Fahmi Aditya, Zulham Arifin, Indra Ari Permana, Adji Saputra, dan Wakhid Subekti di Sumur Gumuling |
Muhammad Fahmi Aditya di bawah tangga Sumur Gumuling |
Titik foto incaran adalah ditengah tangga akses menuju lantai atas, tetapi kami mencoba menunggu 20 menit dan masih belum mendapatkan giliran. Saran dari kami hendaklah datang di pagi hari, karena jika kalian datang siang maupun sore hari, pengunjungnya banyak sekali. Satu lagi saran yaitu bawalah air minum karena pasti kalian haus sekali.
Wakhid Subekti dan Adji Saputra di Sumur Gumuling |
Zulham Arifin, Adji Saputra, Muhammad Fahmi Aditya, dan Wakhid Subekti di Sumur Gumuling |
Tampilan Silhouette Indra, Zulham, Adji, Fahmi, dan Wakhid di Sumur Gumuling |
Sebenarnya ada satu lagi gedung yang bisa kalian kunjungi, yaitu gedung Pulo Kenongo. Gedung tersebut kondisinya setengah hancur, dan sama seperti Sumur Gumuling, kalian juga harus melewati perkampungan dan bertanya kepada warga karena tidak ada penunjuk arah. Karena ini jugalah kami lupa mau ke tempat ini, dan memutuskan untuk kembali ke mobil guna menuju homestay kami selanjutnya di Bottlebottle House.
8. Bottlebottle House Homestay
Sempat saya ceritakan sedikit di bagian satu bahwa kami mereservasi sebuah kamar sebagai cadangan apabila ka Panca tidak jadi ikut. Ternyata beliau memang tidak bisa ikut dan kami akhirnya menempati kamar 15m² berisi 6 kasur yang disusun bertingkat dengan harga Rp250.000 per malamnya ini.
Kamar Dorm untuk 6 orang di Bottle Bottle House |
Fasilitasnya ada 6 kasur, 6 bantal, 6 selimut, 2 lemari berpintu dua, 1 pengkondisi udara, 1 air mineral galon, 1 dapur umum dengan alat masak dan alat makan lengkap, serta 2 kamar mandi yang berada di luar kamar dan berbagi dengan tamu lain. Kalian juga bisa menjemur baju di lantai 2. Catatan kami, gunakan layanan Telkomsel atau Indosat saat menginap disini, karena operator lain tidak mendapatkan sinyal yang cukup untuk sekadar membuka laman google.
Zulham Arifin, Wakhid Subekti, Adji Saputra, dan Muhammad Fahmi Aditya di teras Bottle Bottle House |
Kami sampai di homestay sekitar pukul 15.30 dan langsung membereskan semua bawaan kami dan menyusunnya didalam lemari. Sambil membereskan Fahmi membuat kocokan untuk menentukan kasur yang akan kami tempati. Sialnya saya, Indra, dan Zulham mendapatkan posisi kasur diatas, sementara Wakhid, Fahmi, dan Adji menempati kasur yang bawah.
9. Jalan Malioboro
Mungkin pertanyaan yang menggelitik adalah, kenapa baru sampe di jogja tapi udah main ke malioboro aja. Satu satunya alasan adalah salah satu rekan kita, Wakhid ingin sekali melihat Grup Angklung Carehal secara langsung. Dan apabila saya tidak saya dengar, ia ingin melihat mereka dimalam pertama di Jogja. Jadilah malam ini kami ke Malioboro.
Kata orang tidak afdal rasanya ke Jogja tanpa ke Malioboro, termasuk foto sama plang nama jalan malioboronya. Jalan sepanjang 2km ini sekarang kondisinya jauh lebih baik. Jika kalian naik Kereta Api dan turun di Stasiun Tugu Yogyakarta, maka kalian langsung bisa ke malioboro karena dekat dengan stasiun tersebut.
Zulham Arifin di Malioboro |
Adji Saputra di Malioboro |
Adji Saputra memeluk lampu jalan di Malioboro |
Jika kalian ingin makan murah, saran kami silakan berjalan ke sisi utara Malioboro, atau di depan pintu timur Stasiun Yogyakarta yaitu jalan Pangeran Mangkubumi. Di jalan tersebut berjejer warung angkringan yang menyajikan kopi Joss dengan harga yang murah (daftar harga terlampir). Tapi jika kalian memang mau makan pecel lele, pecel ayam, dan sebagainya, banyak berada di sepanjang jalan Malioboro. Kalian jangan lupa lihat atau tanya dulu harga makanan nya, karena takut harga makanannya digeprak jadi mahal.
Sekitar pukul 22.00 kami pulang ke homestay dan hari ini kami akhiri sampai sini. Nantikan bagian ketiga dari perjalanan kami yaa.... stay tuned !
Bagian ketiga nya mana bangg, udah mau 5 taun digantungš„²
BalasHapus